

Bagi sebagian orang mungkin masih asing dengan istilah nikah mut’ah atau sering disebut juga dengan kawin kontrak. Nikah mut’ah merupakan pernikahan dengan menetapkan batas waktu tertentu berdasarkan kesepakatan antara calon suami dan istri, bila habis masa (waktu) yang ditentukan maka keduanya dapat memperpanjang atau mengakhiri pernikahan tersebut sesuai kesepakatan semula.
Penentuan jangka waktu ini yang menjadi ciri khas dari nikah mut’ah sekaligus pembeda antara nikah mut’ah dengan nikah biasa. Dalam definisi lain nikah mut’ah adalah perkawinan yang dilaksanakan semata-mata untuk melampiaskan hawa nafsu dan bersenang-senang atau akad perkawinan yang dilakukan seorang laki-laki terhadap wanita untuk satu hari, satu minggu, bahkan sampai satu tahun tergantung dari kesepakatan yang telah di buat. Sebelum membahas mengenai praktik nikah mut’ah atau kawin kontrak di Indonesia kita akan bahas terlebih dahulu mengenai sejarah dan hukum nikah mut’ah dalam Islam.
Sejarah
Nikah Mut’ah
Kawin Kontrak
Nikah mut’ah berawal dari warisan tradisi masyarakat pra-Islam, tradisi ini bertujuan untuk melindungi kaum perempuan, hal ini dilatarbelakangi oleh beberapa faktor yaitu pada masa penyebaran Islam masih mempunyai sedikit ketentuan hukum dan umat Islam terus menghadapi musuh-musuh di medan perang dari faktor tersebut umat islam saat itu harus rela jauh dari istri mereka untuk pergi ke medan perang, yang biasanya memakan waktu hingga berbulan-bulan, pada kondisi saat itulah mereka tidak bisa menemui istri-istri mereka, akibat kondisi yang seperti itu, Islam memperbolehkan kawin kontrak, karena dalam keadaan darurat.
Legitimasi nikah mut’ah mengalami beberapa kali perubahan hukum, dua kali diperbolehkan dan dua kali dilarang, akhirnya diharamkan untuk selama-lamanya. Dua kali diperbolehkan yaitu pada waktu sebelum perang Khaibar dan pada waktu penaklukan kota Makkah dan dua kali dilarang yaitu pada waktu perang Khaibar dan 3 hari setelah penaklukan kota Makkah dan akhirnya praktik nikah Mut’ah ini dilarang untuk selama-lamanya.
Hukum
Nikah Mut’ah
Kawin Kontrak
Dalam Islam
Mazhab Maliki, Syafi’i, Hanafi dan Hambali sepakat bahwa nikah mut’ah/ kawin kontrak hukumnya haram dan tidak sah (batal). Imam Syafi’i mengatakan, semua nikah yang ditentukan berlangsungnya sampai waktu yang diketahui atau yang tidak diketahui (temporer), maka nikah tersebut tidak sah, dan tidak ada hak waris ataupun talak antara kedua pasangan suami istri.
Terdapat empat macam nikah yang tidak sah atau rusak menurut ulama yaitu: Nikah Sytighar yaitu tukar menukar anak perempuan atau saudara perempuan tanpa mahar, nikah Mut’ah yaitu nikah yang dibatasi oleh waktu tertentu yang diucapkan pada saat akad, nikah yang dilakukan kepada perempuan yang dalam proses khitbah atau pinangan laki-laki lain dan nikah Muhallil yaitu nikah untuk siasat penghalalan menikahi mantan istri yang telah ditalak ba’in atau talak yang tidak bisa rujuk lagi.
Mengenai nikah mut’ah ini, keempat mazhab sepakat mengatakan pernikahan semacam ini adalah haram hukumnya. Walaupun dulu keberadaannya diperbolehkan oleh Nabi Muhammad SAW berdasarkan salah satu hadis yang artinya,
“Abdullah bin Mas’ud berkata, “Kami berperang bersama Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam dan saat kami tidak membawa istri. Maka kami berkata, Apakah kami boleh mengebiri diri kami? Maka Rasul Shallallahu Alaihi Wa Sallam melarang kami untuk melakukan hal itu. Lalu beliau memberi keringanan kepada kami setelah itu untuk menikahi perempuan dengan memberikan pakaian (sampai batas waktu tertentu). Kemudian Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam membacakan ayat (Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian mengharamkan hal-hal baik yang Allah Halalkan bagi kalian).” (HR. Bukhari)
Namun, dikemudian waktu pernikahan semacam ini diharamkan oleh Nabi Muhammad SAW melalui salah satu hadis yang artinya, “Diriwayatkan dari Ali bin Abu Thalib, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam melarang untuk menikahi perempuan dengan cara mut’ah pada hari khaibar dan melarang untuk makan daging keledai jinak” (HR. Bukhari)
Menurut Abdul Rahman Ghozali yang mengutip pendapat Al-Maqrizi mengatakan nikah mut’ah itu diperbolehkan pada zaman permulaan islam, tapi berdasarkan hadis-hadis yang shahih, hukum kebolehan nikah mut’ah itu di nasakh, karenannya tak ada dasar lagi untuk membolehkannya.
Praktik
Nikah Mut’ah
Kawin Kontrak
di Indonesia
Praktik nikah mut’ah atau kawin kontrak di Indonesia banyak menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat, terutama di lingkungan daerah wisata. Pada daerah yang memiliki banyak kunjungan wisatawan, memungkinkan praktik nikah mut’ah banyak dilakukan. Salah satu daerah yang banyak terjadi praktik nikah mut’ah yaitu di kawasan Puncak Bogor.
Kawan Puncak Bogor merupakan kawasan yang cukup terkenal di Indonesia dengan keindahan alamnya serta menawarkan banyak pilihan destinasi wisata. Seperti bak dua mata pisau, dibalik keindahannya kawasan Puncak Bogor terdapat banyak praktik nikah Mut’ah
Praktik nikah mut’ah atau kawin kontrak di kawasan Puncak Bogor sudah berlangsung sejak belasan tahun yang lalu. Kawin kontrak ini banyak dilakukan oleh turis yang berasal dari timur tengah. Proses kawin kontak ini dilakukan oleh para mucikari. Mucikari bertugas untuk menawarkan wanita-wanita untuk dijadikan istri kontrak. Lama kawin kontrak bervariasi mulai dari 1 minggu hingga 1 bulan, tergantung berapa lama waktu yang telah disepakati dengan turis tersebut.
Proses kawin kontrak di mulai dari pertemuan antara mucikari dengan turis yang akan melakukan kawin kontrak, setelah ini turis akan memilih wanita-wanita yang akan menjadi istrinya. Setelah itu pelaksanaan kawin kontrak dilaksanakan dengan wali dan penghulu nikah abal-abal, serta proses ijab kabul pun cukup dilakukan secara singkat, sekitar 5 menit saja.
Biaya kawin kontrak ini dikenakan tarif bervariasi mulai dari Rp 2 juta per hari.
Pada kawin kontak tidak ada proses talak, jadi setelah perjanjian waktu yang disepakati telah habis maka wanita yang dinikahi tadi langsung pulang dan turis pun tinggal balik ke negaranya masing-masing.
Kawin kontrak di Indonesia dinilai sebagai bentuk prostitusi terselubung karena tidak terpenuhinya syarat dan rukun nikah, baik secara hukum agama maupun peraturan perundang-undangan. Praktik kawin kontrak pada dasarnya tidak sejalan dengan prinsip hukum perkawinan di Indonesia. Kawin kontrak merupakan praktik perkawinan yang bertentangan dengan konsep perkawinan yang ada dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Dalam Undang-Undang Perkawinan disebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dari definisi tersebut dapat diketahui beberapa tujuan perkawinan, yaitu: untuk memperoleh kehidupan sakinah yang dilandasi mawaddah dan rahmah, untuk regenerasi/reproduksi, tujuan perkawinan adalah untuk pemenuhan kebutuhan biologis, untuk menjaga kehormatan, dan untuk ibadah.
Walaupun praktik kawin kontrak di Indonesia dinilai sebagai bentuk prostitusi dan tidak memenuhi syarat baik secara hukum dan agama, praktik kawin kontrak masih marak terjadi di Indonesia. Diperlukan pengawasan hukum yang ketat serta sosialisasi mengenai efek dari kawin kontrak, agar praktik kawin kontrak tidak menjamur di Indonesia.